Dalam Islam, strategi melawan penjajahan Israel tidak dinilai dari jumlah pasukan atau kekuatan senjata, melainkan dari iman, keadilan, dan pertolongan Allah. Bukan karena kekuatan fisik atau jumlah yang tak seimbang, melainkan karena kekuatan iman, strategi, dan pertolongan Allah. Hal ini bukan sekadar kemungkinan, melainkan kenyataan yang ditegaskan dalam Al-Qur’an.
Penjajahan Israel atas tanah Palestina kerap digambarkan sebagai dominasi militer yang tak tertandingi. Namun, bagi umat Islam, kemenangan tidak ditentukan oleh kecanggihan senjata atau banyaknya pasukan. Al-Qur’an mengajarkan bahwa kemenangan datang dari Allah, dengan syarat adanya kesabaran, keikhlasan, dan strategi yang benar.
Salah satu petunjuk penting dapat ditemukan dalam Surat An-Nahl. Di sana, Allah menjelaskan bagaimana Dia menghancurkan musuh dari arah yang tidak disangka-sangka sebuah isyarat bahwa perlawanan terhadap kezaliman dapat datang secara taktis dan tak terduga, asalkan berpijak pada nilai-nilai ilahi.
5 Cara Melawan Penjajahan Israel
Berikut ini adalah lima strategi perlawanan terhadap penjajahan yang dijelaskan dalam Al-Qur’an sebuah panduan spiritual sekaligus taktis untuk menghadapi kekuatan zalim seperti zionis Israel.
1. Menghancurkan dari Pondasi Kekuatan
“Sungguh, orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan tipu daya, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka mulai dari pondasinya, lalu atap rumah itu runtuh menimpa mereka dari atas, dan azab itu datang kepada mereka dari arah yang tidak mereka sadari.”
(QS. An-Nahl: 26)
Kemenangan atas musuh tak selalu dimulai dari serangan besar-besaran, melainkan bisa terjadi melalui keruntuhan dari dalam. Al-Qur’an menjelaskan bagaimana Allah menghancurkan para pengatur tipu daya bukan dari luar, tapi dari pondasi bangunan mereka sendiri. Inilah strategi langit: melemahkan musuh dari titik fondasi kekuatannya.
Jika kita terapkan pada konteks penjajahan modern seperti Israel, pondasi tersebut bisa berarti moralitas, solidaritas internal, bahkan sistem pertahanan teknologi yang diagung-agungkan. Tank Merkava, kendaraan tempur Namer, dan sistem Iron Dome meski terlihat tangguh akan runtuh ketika keadilan dan akhlak dikhianati. Sebab bila Allah sudah menetapkan kehancuran, tidak ada teknologi yang mampu menahan runtuhnya sistem dari akarnya.
Baca Juga : Penjajahan Israel di Palestina: Awal dari Kebangkitan Islam Dunia
2. Dihancurkan dari Dalam Tanah
“Apakah orang-orang yang membuat tipu daya yang jahat itu merasa aman dari dibenamkannya bumi oleh Allah bersama mereka…?”
(QS. An-Nahl: 45)
Ayat ini memberikan isyarat kuat tentang strategi perlawanan yang datang dari arah yang tidak terduga termasuk dari dalam tanah. Dalam konflik Palestina–Israel, kita menyaksikan bagaimana para pejuang Palestina membalikkan keadaan melalui strategi terowongan. Mereka muncul dari perut bumi, menembus garis musuh, dan mengacaukan barisan lawan.
Perlawanan seperti ini mencerminkan apa yang Allah singkapkan: kehancuran bisa datang dari bumi yang mereka pijak sendiri. Saat musuh merasa aman dan percaya diri dengan kekuatannya, justru saat itulah Allah bisa menurunkan azab dari arah yang tak mereka duga. Terowongan bukan sekadar taktik, tapi juga simbol bahwa siapa pun yang menindas tidak pernah benar-benar aman di atas tanah yang mereka kuasai secara zalim.
3. Serangan dari Arah yang Tidak Disadari
“…atau (terhadap) datangnya azab kepada mereka dari arah yang tidak mereka sadari.”
(QS. An-Nahl: 45)
Ketika pasukan penjajah merasa paling siap dan waspada, justru di saat itulah kebinasaan bisa datang secara tiba-tiba dari arah yang tak mereka duga. Al-Qur’an menyebutkan bahwa azab Allah dapat menimpa kaum zalim dari sisi yang sepenuhnya di luar perhitungan mereka.
Dalam realitas konflik, ini tercermin melalui infiltrasi, serangan titik nol, atau operasi rahasia yang berhasil menembus jantung pertahanan Israel tanpa terdeteksi. Strategi ini menunjukkan bahwa dominasi teknologi dan kekuatan intelijen pun tidak mampu mencegah kekalahan, jika Allah sudah menetapkan kehancuran melalui jalan yang tidak terlihat. Inilah bentuk nyata dari strategi “ghairu muhtasab” dari arah yang mereka tidak pernah sangka.
4. Dihancurkan Saat Konvoi atau Pergerakan Terbuka
“…atau Allah mengazab mereka ketika mereka dalam perjalanan; sehingga mereka tidak berdaya menolak azab itu.”
(QS. An-Nahl: 46)
Al-Qur’an mengingatkan bahwa azab bisa menimpa kaum zalim saat mereka sedang dalam perjalanan di saat mereka berada dalam kondisi paling rentan. Dalam konteks modern, hal ini berlaku pada konvoi militer, patroli, dan pergerakan logistik Israel yang sering kali menjadi target empuk serangan mendadak.
Serangan terhadap pergerakan terbuka ini bukan sekadar taktik militer, tapi bagian dari strategi perang gerilya yang sah dalam sejarah Islam, terutama saat melawan kekuatan penjajah yang menindas. Ketika pasukan musuh merasa aman di jalanan atau dalam pergerakan, Allah bisa menurunkan hukuman yang membuat mereka tak mampu melawan, karena memang azab itu datang dari arah yang tak bisa dihindari.
5. Dikalahkan dengan Ketakutan yang Mencekam
“…atau Allah mengazab mereka secara bertahap. Maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
(QS. An-Nahl: 47)
Tidak semua bentuk kehancuran datang dalam ledakan. Terkadang, Allah menghancurkan musuh secara perlahan melalui rasa takut yang terus menjalar dan tak kunjung reda. Inilah azab bertahap yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yang mampu melemahkan kekuatan besar dari dalam jiwanya sendiri.
Hari ini, kita melihat bagaimana trauma kolektif menghantui warga Israel. Sirine yang meraung sepanjang hari, hidup dalam bunker, dan kekhawatiran akan serangan mendadak telah menjadi bagian dari keseharian. Para tentara hidup dalam tekanan mental tinggi, sementara rakyat sipil kehilangan rasa aman di tanah yang mereka klaim.
Inilah bentuk azab psikologis yang Allah turunkan perlahan melemahkan semangat, mengguncang keberanian, dan memupus rasa percaya diri. Ketika musuh sudah dikuasai oleh rasa takut, maka kekalahan tinggal menunggu waktu, meskipun belum ada satu peluru pun ditembakkan.
Kemenangan bukan semata soal senjata, jumlah pasukan, atau kekuatan militer. Dalam Islam, kemenangan adalah milik mereka yang beriman, bersabar, dan berjuang di jalan yang benar. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk, bahwa pasukan sebesar apa pun bisa dihancurkan jika Allah menghendaki dari dalam, dari bawah tanah, dari arah tak disangka, dalam pergerakan, bahkan melalui ketakutan yang menghancurkan dari dalam jiwa.
Penjajahan Israel bukan tidak mungkin dilawan. Justru dalam kelemahan lahir kekuatan sejati, selama umat Islam bersandar kepada strategi Qur’ani dan tidak menyerah pada logika kekalahan.